MENGELOLA KONFLIK ORGANISASI
>>Pengertian konflik dalam kamus besar ialah percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Sedangkan pengertian konflik secara sosiologis adalah proses sosial antara dua orang atau lebih di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan membuatnya tidak berdaya
>> Konflik Sebagai hal yang baik :
Pkitangan lain dalam melihat konflik organisasi adalah yang melihatnya sebagai kekuatan produktif, yang dapat mendorong anggota organisasi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, dan kontribusi mereka untuk organisasi inovasi dan produktivitas. Pendekatan modern ini lebih menganggap bahwa kunci untuk keberhasilan organisasi tidak terletak pada struktur, kejelasan dan ketertiban, tetapi pada kreativitas, respon dan adaptasi. Organisasi yang sukses, membutuhkan konflik sehingga perbedaan yang ada dapat diletakkan di atas meja, dan cara-cara baru melakukan sesuatu yang dapat dilaksanakan.
Pkitangan Fungsional tentang konflik juga menunjukkan bahwa konflik memberikan masukan pada semua orang tentang bagaimana sesuatu berlangsung. Bahkan konflik kepribadian sekalipun dapat memberikan manajer informasi tentang apa yang tidak berjalan semestinya dalam suatu organisasi, memberikan kesempatan untuk perbaikan diri.
Jika Kita percaya pada pkitangan fleksibel tentang organisasi yang efektif, dan menyadari bahwa setiap situasi konflik memberikan kesempatan untuk peningkatan, maka pkitangan kita tentang konflik akan bergeser. Daripada mencoba untuk menghilangkan konflik, atau mendiamkan gejala nya, maka tugas kita menjadi lebih pada pengelolaan konflik sehingga dapat meningkatkan organisasi dan masyarakat, bukan menghancurkan orang-orang dan organisasi.
** Penyebab Terjadinya Konflik :
Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar - belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
A. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah - pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik. Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
B. Karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
** Pandangan konflik secara traditional pandangan bahwa semua konflik bersifat buruk tentu mengemukakan pendekatan sederhana dalam melihat perilaku orang yang menciptakan konflik. Karena semua konflik harus di hindari, kita hanya perlu mengarahkan perhatian pada penyebab konflik dan mengoreksi kesalahan fungsi untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar